Selasa, 05 Februari 2013

Gado-gado Agama

(Harusnya tulisan ini dipost setahun yg lalu...well... never too late to share good thinking, right? *wink*)



Masalah agama memang bukan menjadi topik yang menarik bagi sebagian orang, atau bahkan bagi sebagian besar orang. Namun hal tersebut tidak menyurutkan niat saya menulis tentang hal yang berbau "agama" 




Entah sejak kapan saya mulai tertarik berita mengenai agama-agama di Indonesia. Mungkin sejak saya mengikuti kegiatan Live In yang diadakan oleh WKPUB (Wadah Komunikasi antar umat beragama) pada tahun 2008. Saat itu saya beserta rekan-rekan pemuda dari agama yang berbeda-beda berkumpul di salah satu pesantren di daerah Majalengka, Jawa Barat.

Tinggal bersama para santri dan santriwati merupakan pengalaman yang baru bagi saya. Apalagi, tidur bersama di dalam kamar yang diiisi oleh hampir 20 orang dan harus mengantri lama untuk menggunakan toilet. Sungguh pengalaman yang tidak akan terlupakan. Pagi-pagi kami mengikuti kegiatan pesantren, makan bersama, doa bersama, dan pada malam terakhir melihat pertunjukan debus. Wow...

Sebagai peserta, kami sadar bahwa kami berasal dari "golongan" yang berbeda. Saya protestan, ada lagi rekan2 saya yang muslim, budha, hindu, kepercayaan, dll. Namun, saya tidak merasa bahwa perbedaan itu "memisahkan" kami. Kami sharing, bercanda gurau, bekerja sama dalam aktivitas kelompok, dll. Semua kegiatan positif tersebut membuat kami merasa saling membutuhkan satu sama lain, bukan malah membuat kami berasa asing karena perbedaan yang ada.

Selama beberapa lama setelah kegiatan tersebut, saya masih berhubungan dengan mereka, entah lewat hp atau media sosial. Walaupun saat ini tidak kontak dengan mereka, semangat dari kegiatan Live In yang pernah saya ikuti masih terasa sampai sekarang.


Salah satu dampak dari kegiatan tersebut adalah terlaksananya Temu Pemuda Lintas agama yang diadakan oleh Komisi Pemuda GKI Raya Hankam pada Februari 2012 dengan pembicara Pdt. Ferdy Suleeman dan Noor Rahman.



Dibawah ini adalah sedikit pemikiran mereka mengenai hubungan lintas agama.


Mengapa penting memperjuangkan pluralisme?
Nur Rahman
Mahasiswa S2 UGM

Semoga kita tidak lelah bergerak untuk membumikan pluralisme di Indonesia, yakinlah bahwa perubahan akan terlahir dari rahim perjuangan seperti yang sudah kawan-kawan lakukan, tanpa upaya semacam itu perubahan hanyalah mimpi kosong belaka.
Menurut saya, ada beberapa hal yang perlu kita sadari bersama, mengapa penting memperjuangkan Pluralisme?
Pertama, kekerasan dan pelanggaran kebebasan beragama masih sering mengemuka di tanah air, meskipun jaminan  hukum atas kebebasan beragama sudah diatur oleh konstitusi, namun implementasinya masih bermasalah. Negara seolah gagal melindungi warganegaranya untuk terbebas dari pelanggaran atas hak kebebasan beragama, Negara tidak tegas, bahkan dalam beberapa kasus Negara justru menjadi bagian dari aktor yang melakukan pelanggaran.
Kedua, tidak bisa kita pungkiri bahwa di dalam masyarakat kita banyak kelompok-kelompok (hampir di semua agama) yang masih ekslusif dan merasa paling benar sendiri, sehingga tidak bisa lapang dada menerima pendapat orang lain. Apapun pendapat yang hadir dari kelompok di luar mereka dengan tergesa-gesa mereka tolak tanpa mau membuka diri untuk melakukan dialog dan menegosiasikan kepentingan, bahkan ada juga yang lebih senang memakai cara-cara kekerasan.
Ketiga, dengan gagasan pluralisme-lah segala kemajemukan dan perbedaan mendapatkan pengakuan dan dijadikan energi positif untuk membangun persaudaraan satu sama lain. Karena gagasan ini menuntut kita semua untuk berbuat adil pada siapapun meskipun latar belakang agamanya (dll) berbeda. Oleh karena itu, dengan membumikan ideologi inilah keragaman tidak menjadi petaka, tidak ada bahasa kekerasan fisik yang ada hanyalah bagaimana segala masalah diselesaikan dengan mekanisme dialog.
Setidaknya itulah sedikit catatan dari saya, sebagai penutup mungkin kita harus mengkampanyekakan ungkapan yang pernah disampaikan oleh Milad Hanna bahwa setiap manusia dilahirkan tanpa keinginan, perencanaan & perkiraan pasti akan perjalanan hidupnya, manusia tidak punya pilihan ketika lahir dengan ras, warna kulit, jenis kelamin tertentu, latar belakang nasib keluarga atau status sosial tertentu, manusia juga tidak punya pilihan ketika terlahir dalam lingkungan agama atau keyakinan tertentu.



Oleh Pdt. Ferdy Suleeman
Ketua WKPUB


 Kalau gak jelas bisa lihat linknya di
 http://www.scribd.com/doc/90606640/Membangun-Hubungan-Lintas-Agama


Senin, 07 Januari 2013

Generasi Ekstra Cepat dan Praktis

Zaman sekarang ini adalah zaman serba cepat dan praktis! Kalo bisa juga meminimalkan energi yang dikeluarkan, mungkin seperti prinsip ekonomi, sedikit yang dikeluarkan, manfaatnya besar. Ya iyalah, mana ada orang yang suka menunggu toh? Mau makan tapi males keluar? Gampang, tinggal ambil hp, ketik nomor yang dituju, dalam waktu hitungan menit makanan tersebut akan sampai di rumah anda. Mau tau berita di belahan dunia yang lain tanpa harus berada di sana? Mudah pula, searching aja kali...siapa sih zaman skrg yg ga bs internetan? Mau beli ini itu tp belom punya duit? ya elah, kan bisa nyicil atau pake kartu kredit? Simple kan? Maa gadget yang smart n bisa apa aja dengan satu sentuhan? coba deh lo ke glodok or mangdu, sampe bingung kali milihnya (mungkin nanti akan keluar smart gadget yang tanpa disentuh #yakaleeee) Mau beli apa aja tanpa beranjak dari tempat tidur? Lagi2 maksimalkan gadget anda! Online bertaburan dimana-mana boooo.... Mesen pagi, ntar sore juga udah bisa dipake tuh baju ke pesta (kalo beli baju) Atau masak tapi gak ribet? Banyak tuh bahan makanan kalengan yg tinggal di oseng2 bentar jadi, atau mie yang serba instan, beberapa kali kedip juga mateng (yg ini lebay! haha) Mau apa lagi????? Yang pasti intinya: yang cepet, mudah, praktis, untungnya banyak... Gw pernah nonton pilem tentang masa depan dimana setiap manusia itu punya kloningan. Jadi, manusia aslinya tuh mendekam di rumah aja, tidur, and ada di dalem kapsul gitu kalo gak salah. Nah, kloningannya itu lah yg pergi2 ke luar, kerja, ke supermarket, ketemu klien, pacar, dll. Jadi, kalo nanti kloningannya mate di jalan bisa beli lagi aja yg baru gitu, kecuali yang mati manusia aslinya yg di rumah... Meeeennnnn... Kehidupan macam apa itu nantinya? Ngeri! *baca mantra pengusir halusinasi ekstrim* Can you imagine live in the world without having a real relationship with others? Mungkin skrg gak keliatan kali yah, but i predict it will be happen in the future if people don't think a relation as an important thing. Nah, "important"-nya tiap org tuh beda2 pasti... Ada yang berpikir gak ketemu gpp, bisa telponan, whatsapp-an, chating-an, skype-an, imel2-an, dll... Mungkin ada yg berpikir apa hubungannya praktis, pengen cepet, n serba cepat ke hubungan antar manusia?! Ya adalah... Menurut gw, hal-hal tersebut bikin orang tidak menganggap hubungan antar manusia sebagai hal yg penting. Contoh simple adalah waktu gw pergi ke bandara ngurus barang kantor. Si salah satu perusahaan jasa, gw sama tmn nunggu antrian pengurusan dokumen. Tiba2 ada bapak paruh baya dtg. Dia bersama 2 orang anaknya (kyknya seumuran sd n smp gitu deh) selalu menggunakan bahasa inggris...ternyata si bapak udah 25 tahun tinggal di amrik cuy dan dia mengeluhkan sistem di indonesia yang serba lamban. Hey Sir, gw aja yg udah nunggu 2 jam-an lebih anteng2 aja ngobrol sama orang2 disini! Dia blg biasanya sih nyuruh org buat ngurusin tuh barang, waktu buat dia itu sangat sangat berharga, even just one hour. Coba ya tuh bapak agak kaleman, kan kita bisa saling ngobrol sambil killing the time, daripada kesel nungguin tuh administrasi yang jaman kuda kali baru kelar (dalem ati: gw juga kesel klo kelamaan). Kalo kita ngobrol kan bisa kenal, tau masalah masing2 (soalnya kalo yg kesitu pasti barangnya bermasalah, hahaaaa...gw banget) dan sapa tau bermanfaat di masa mendatang #aseeekkk... Ya gitu deh.... serem aja ngebayanginnya klo semua orang sudah saling tidak peduli! *berhubung nih tmn udah mau pulang, sampe segini dulu deh ceritanya*